
- Select a language for the TTS:
- Indonesian Female
- Indonesian Male
- Language selected: (auto detect) - ID
Play all audios:
Kuta, IDN Times – Pengembangan dan peningkatan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan penerapan Konservasi Energi terus diupayakan pemerintah. Hal ini demi pencapaian target bauran
energi 23% pada 2025. Peningkatan EBT terus dilakukan, baik melalui jalur komersial maupun non komersial.
Peningkatan Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui jalur komersial artinya pemerintah menggandeng pihak swasta atau investor untuk membangun pembangkit EBT yang sifatnya komunal, baik on grid
maupun off grid. Sumber energi terbarukan yang dikembangkan biasanya energi surya, hidro, angin atau laut.
Sementara, peningkatan EBT melalui jalur non komersial, artinya pemerintah melaksanakan pembangunan fisik dengan pemanfaatan EBT sepenuhnya menggunakan anggaran negara (APBN), terutama untuk
memberikan akses listrik kepada masyarakat di daerah terpencil, terluar, atau perbatasan.
Implementasi PLTS Atap kini menjadi populer karena penggunaannya yang mudah dan sederhana dengan kapasitas yang mudah diatur sesuai dengan ketersediaan luasan atap. Dengan memasang PLTS Atap
secara on grid, pengguna PLTS Atap dapat menurunkan biaya tagihan listriknya secara signifikan. Pada kegiatan Sosialisasi dan Koordinasi Program Prioritas Nasional Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS) Atap Tahun Anggaran 2020 yang digelar Selasa kemarin (1/10), Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur EBTKE, LN Puspa Dewi, menyebutkan bahwa terjadi kenaikan jumlah
konsumen yang memasang PLTS Atap pasca terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan PLTS Atap Oleh Konsumen PT PLN (Persero).
"Sampai dengan Juli 2019, tercatat 1059 pelanggan PLN menggunakan PLTS Atap dengan total kapasitas terpasang mencapai 2.564 kWp, di mana sebelumnya pada Januari 2019 tercatat baru 609
pelanggan," tutur Dewi di hadapan Kepala Dinas ESDM Provinsi dan Direktur Bisnis Regional PLN Indonesia bagian timur.
Tidak hanya untuk mendukung ketahanan energi nasional dengan pengurangan pemanfaatan energi fosil, tetapi juga mencapai target bauran energi energi khususnya untuk EBT yang diamanatkan dalam
Undang-Undang dan demi mewujudkan Sejuta Surya Atap.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Subdit Implementasi Pengembangan Aneka EBT, Pandu Ismutadi, menjelaskan bahwa PLTS Atap adalah sistem PV (photovoltaic) yang lebih kecil dibandingkan dengan
sistem PV yang dipasang di tanah. PLTS Atap dipasang di atap perumahan, bangunan komersial, atau kompleks industri. Listrik yang dihasilkan dari sistem tersebut dapat seluruhnya dimasukkan
ke dalam jaringan yang diatur dengan Feed in Tarif atau digunakan untuk konsumsi sendiri dengan pengukuran net metering. Melalui sistem net metering tersebut, produksi listrik oleh pelanggan
akan mengimbangi energi listrik dari PLN.
"Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 untuk mengatur penggunaan PLTS Atap oleh konsumen PLN. Kami mengharapkan masyarakat menggunakan PLTS Atap tidak
sekadar untuk mendapatkan energi yang lebih hemat, yang akan mengurangi tagihan listrik, tetapi juga membantu menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan," tandas Pandu.
Pemerintah daerah, diharapkan berkontribusi untuk mendukung peningkatan pemanfaatan PLTS Atap, antara lain dengan mengeluarkan kebijakan atau Peraturan Daerah yang mendukung pemanfaatan
PLTS.
"Ke depan, PLTS Atap ini akan dibangun di gedung pemerintah atau gedung komersial lainnya seperti gedung sekolah atau gedung perkantoran," ujarnya.
Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengajukan permohonan tertulis mengenai pengusulan kegiatan fisik pembangunan PLTS Atap kepada Menteri ESDM melalui
Direktur Jenderal EBTKE. Pengusulan tersebut harus dilengkapi dokumen perencanaan dan surat pernyataan keabsahan dan kebenaran dokumen perencanaan yang diajukan. Usulan tersebut selanjutnya
dievaluasi dan ditetapkan sebagai Kegiatan Fisik Pemanfaatan EBTKE sesuai dengan ketersediaan anggaran Direktorat Jenderal EBTKE pada tahun anggaran sebelum pengadaan dilaksanakan. Pengadaan
Kegiatan Fisik Pemanfaatan EBTKE dilakukan oleh Direktorat Jenderal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah. Setelah kegiatan fisik
dilaksanakan, hasilnya diserahterimakan kepada pengusul sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan lebih lengkap mengenai mekanisme pelaksanaan kegiatan fisik pemanfaatan EBTKE menggunakan APBN tertuang pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Fisik Pemanfaatan EBTKE dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 39 Tahun 2017.
Kuta, IDN Times – Pengembangan dan peningkatan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan penerapan Konservasi Energi terus diupayakan pemerintah. Hal ini demi pencapaian target bauran
energi 23% pada 2025. Peningkatan EBT terus dilakukan, baik melalui jalur komersial maupun non komersial.
Peningkatan Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui jalur komersial artinya pemerintah menggandeng pihak swasta atau investor untuk membangun pembangkit EBT yang sifatnya komunal, baik on grid
maupun off grid. Sumber energi terbarukan yang dikembangkan biasanya energi surya, hidro, angin atau laut.
Sementara, peningkatan EBT melalui jalur non komersial, artinya pemerintah melaksanakan pembangunan fisik dengan pemanfaatan EBT sepenuhnya menggunakan anggaran negara (APBN), terutama untuk
memberikan akses listrik kepada masyarakat di daerah terpencil, terluar, atau perbatasan.
Implementasi PLTS Atap kini menjadi populer karena penggunaannya yang mudah dan sederhana dengan kapasitas yang mudah diatur sesuai dengan ketersediaan luasan atap. Dengan memasang PLTS Atap
secara on grid, pengguna PLTS Atap dapat menurunkan biaya tagihan listriknya secara signifikan. Pada kegiatan Sosialisasi dan Koordinasi Program Prioritas Nasional Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS) Atap Tahun Anggaran 2020 yang digelar Selasa kemarin (1/10), Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur EBTKE, LN Puspa Dewi, menyebutkan bahwa terjadi kenaikan jumlah
konsumen yang memasang PLTS Atap pasca terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan PLTS Atap Oleh Konsumen PT PLN (Persero).
"Sampai dengan Juli 2019, tercatat 1059 pelanggan PLN menggunakan PLTS Atap dengan total kapasitas terpasang mencapai 2.564 kWp, di mana sebelumnya pada Januari 2019 tercatat baru 609
pelanggan," tutur Dewi di hadapan Kepala Dinas ESDM Provinsi dan Direktur Bisnis Regional PLN Indonesia bagian timur.
Tidak hanya untuk mendukung ketahanan energi nasional dengan pengurangan pemanfaatan energi fosil, tetapi juga mencapai target bauran energi energi khususnya untuk EBT yang diamanatkan dalam
Undang-Undang dan demi mewujudkan Sejuta Surya Atap.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Subdit Implementasi Pengembangan Aneka EBT, Pandu Ismutadi, menjelaskan bahwa PLTS Atap adalah sistem PV (photovoltaic) yang lebih kecil dibandingkan dengan
sistem PV yang dipasang di tanah. PLTS Atap dipasang di atap perumahan, bangunan komersial, atau kompleks industri. Listrik yang dihasilkan dari sistem tersebut dapat seluruhnya dimasukkan
ke dalam jaringan yang diatur dengan Feed in Tarif atau digunakan untuk konsumsi sendiri dengan pengukuran net metering. Melalui sistem net metering tersebut, produksi listrik oleh pelanggan
akan mengimbangi energi listrik dari PLN.
"Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 untuk mengatur penggunaan PLTS Atap oleh konsumen PLN. Kami mengharapkan masyarakat menggunakan PLTS Atap tidak
sekadar untuk mendapatkan energi yang lebih hemat, yang akan mengurangi tagihan listrik, tetapi juga membantu menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan," tandas Pandu.
Pemerintah daerah, diharapkan berkontribusi untuk mendukung peningkatan pemanfaatan PLTS Atap, antara lain dengan mengeluarkan kebijakan atau Peraturan Daerah yang mendukung pemanfaatan
PLTS.
"Ke depan, PLTS Atap ini akan dibangun di gedung pemerintah atau gedung komersial lainnya seperti gedung sekolah atau gedung perkantoran," ujarnya.
Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengajukan permohonan tertulis mengenai pengusulan kegiatan fisik pembangunan PLTS Atap kepada Menteri ESDM melalui
Direktur Jenderal EBTKE. Pengusulan tersebut harus dilengkapi dokumen perencanaan dan surat pernyataan keabsahan dan kebenaran dokumen perencanaan yang diajukan. Usulan tersebut selanjutnya
dievaluasi dan ditetapkan sebagai Kegiatan Fisik Pemanfaatan EBTKE sesuai dengan ketersediaan anggaran Direktorat Jenderal EBTKE pada tahun anggaran sebelum pengadaan dilaksanakan. Pengadaan
Kegiatan Fisik Pemanfaatan EBTKE dilakukan oleh Direktorat Jenderal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah. Setelah kegiatan fisik
dilaksanakan, hasilnya diserahterimakan kepada pengusul sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan lebih lengkap mengenai mekanisme pelaksanaan kegiatan fisik pemanfaatan EBTKE menggunakan APBN tertuang pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Fisik Pemanfaatan EBTKE dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 39 Tahun 2017.