Sudah waktunya bos mendengarkan karyawan garis depan untuk memaksimalkan adaptasi digital selama pandemi

feature-image

Play all audios:

Loading...

Indeks Harga Saham Gabungan ambruk ke kisaran 3.900 pada Maret 2020, ketika kasus COVID-19 pertama terdeteksi di Indonesia. Angka ini jauh di bawah angka pembukaan pasar modal pada awal


tahun yang berada pada level 6.300. Walaupun indeks berangsur membaik, kondisi ekonomi Indonesia terpukul oleh pandemi dan perusahaan harus menemukan cara untuk beradaptasi dan mengubah cara


mereka berbisnis. Pandemi COVID-19 menghadirkan bentuk krisis keuangan yang berbeda dibanding krisis-krisis sebelumnya, seperti krisis finansial global tahun 2008 dan gelembung teknologi


tahun 2001. Kondisi ini menguji kemampuan perusahaan-perusahaan di dunia untuk berinovasi. Hal ini mengingat perusahaan harus terus berinteraksi dengan konsumen di tengah mobilitas yang


terbatas, akibat keharusan menjaga jarak demi mengurangi potensi penyebaran virus. Menghadapi hal ini, perusahaan mulai meningkatkan penggunaan _e-commerce_, platform digital, proses


pelacakan, serta mencari solusi alternatif terhadap pertemuan tatap muka dengan konsumen demi menjaga penjualan. Riset kami, didanai oleh _Australia Indonesia Centre_, menunjukkan bahwa


masukan internal dari karyawan garis depan dan manajer menengah penting untuk menerapkan adaptasi digital sebagai respons terhadap pandemi. MENCARI NASIHAT DARI DALAM Kami melakukan survei


terhadap tim manajemen senior yang bekerja untuk 30% dari total 668 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Tujuan penelitian kami adalah untuk mempelajari strategi mereka dalam


mencari masukan mengenai inovasi digital, serta respons adaptasi mereka terhadap pandemi secara umum. Kami mengamati dua kategori masukan - eksternal dan internal. Untuk masukan ekstenal,


kami mengkaji masukan dari konsultan dan konsumen. Sementara, untuk masukan internal, kami berfokus pada input yang diberikan oleh manajer menengah – mereka yang berada langsung di bawah


pembuat keputusan senior – dan dari karyawan garis depan. Penelitian kami menunjukkan bahwa sumber internal menawarkan lebih banyak masukan yang dapat diterapkan untuk solusi digital


ketimbang konsultan eksternal. Hal ini dikarenakan karyawan garis depan memiliki pengalaman berinteraksi langsung dengan konsumen. Sebagai contoh, karyawan garis depan dapat meraba dan


mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan untuk mempertahankan penjualan, mengingat mereka harus berhadapan dengan dampak dari pembatasan sosial dalam pekerjaan mereka sehari-hari.


Pengetahuan ini kerap lolos dari pengamatan atasan mereka. Dengan pengetahuan mereka yang berharga dan mendalam mengenai bagaimana perusahaan beroperasi dan bagaimana berinteraksi dengan


konsumen secara efektif, karyawan garis depan bisa memberikan masukan terbaik yang diperlukan untuk meningkatkan inovasi digital selama masa krisis. Sejumlah 40% perusahaan yang memiliki


skor tinggi dalam inovasi digital menunjukkan fokus yang kuat terhadap tim manajemen senior dan karyawan garis depan dalam merespons dampak pandemi. Hanya 17% dari perusahaan yang memiliki


skor inovasi digital yang rendah yang memiliki fokus serupa. Sebagai tambahan, kami menemukan 48% perusahaan dengan inovasi digital yang tinggi memiliki perhatian terhadap bagaimana


manajemen senior berhubungan dengan manajer menengah untuk memperoleh nasihat mengenai permasalahan strategis dan operasional. Sebaliknya, hanya 30% perusahaan dengan skor rendah dalam


inovasi digital memiliki kebijakan aktif yang memungkinkan hubungan reguler antara manajer senior dan manajer menengah. Manajer menengah memiliki posisi strategis untuk mempengaruhi adanya


inovasi digital. Ini mengingat mereka dapat menginformasikan aktivitas dan kebijakan yang dapat membantu penjualan ketika dihadapkan pada pembatasan sosial. Selain itu, mereka dapat


memberikan nuansa lokal terhadap arahan manajer senior yang diterapkan di seluruh perusahaan. Masukan internal dari manajer menengah dan karyawan garis depan penting dalam adaptasi solusi


inovasi digital. Saran mereka membantu menjaga interaksi perusahaan dengan konsumen dan karenanya memberikan pengaruh besar pada respons adaptif terhadap dampak pandemi. SIGNIFIKANSI MASUKAN


EKSTERNAL Temuan kami menunjukkan bahwa masukan eksternal tidak memiliki pengaruh langsung terhadap inovasi digital. Akan tetapi, masukan eksternal tetap berpengaruh pada respons adaptif


terhadap pandemi secara keseluruhan. Hal ini melingkupi, misalnya, perubahan produk dan layanan dalam kapasitas non-digital, proses produksi, serta penugasan karyawan dalam perusahaan. Kami


menemukan bahwa 23% perusahaan dengan respons adaptif yang tinggi terhadap pandemi mencari masukan dari konsultan eksternal. Sebaliknya, hanya 6% perusahaan dengan respons adaptif rendah


melakukan hal ini. Serupa, 24% perusahaan dengan dengan respons adaptif tinggi meminta input dari konsumen, dibanding dengan 8% perusahaan yang memiliki tingkat adaptasi rendah. Singkatnya,


masukan eksternal berguna untuk respons adaptif secara keseluruhan, namun tidak bagi inovasi digital. Kemungkinan alasannya adalah digitalisasi harus mengikuti secara saksama pola kerja


internal perusahaan. Saran dari luar bisa saja tidak sesuai dengan proses kerja perusahaan yang khas dan berbeda-beda. MOMENTUM UNTUK MEMPRIORITASKAN KARYAWAN GARIS DEPAN Situasi yang muncul


akibat pandemi memberikan peran unik bagi karyawan garis depan. Perubahan transformatif adalah ranah tim manajemen senior, dengan asupan saran dari manajer menengah. Karyawan garis depan


umumnya diabaikan dalam dialog strategis yang memicu perubahan transformatif. Akan tetapi, tingkat urgensi selama pandemi dan dampak substansial terhadap operasi perusahaan membuat masukan


dari karyawan garis depan menjadi penting. Hal ini mengingat karyawan garis depan mendapatkan informasi yang sesuai konteks dan _real-time_, yang merefleksikan kecenderungan dan keinginan


konsumen. Fakta bahwa tim manajemen senior perusahaan-perusahaan terbuka di Indonesia menjangkau karyawan garis depan untuk meminta saran menunjukkan adanya fenomena unik. Pertama, hal ini


menunjukkan parahnya dampak krisis yang membelenggu perusahaan. Kedua, ini menggambarkan fleksibilitas luar biasa dari tim manajemen senior. Masyarakat Indonesia pada dasarnya mempraktikkan


hierarki: terdapat jarak kekuatan yang besar antara manajer senior dengan tenaga kerja umum. Meminta saran dari karyawan garis depan bukanlah praktik yang biasa terjadi sehari-hari.


Perubahan ini mungkin merupakan salah satu sisi positif dari pandemi. Studi kami menunjukkan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk menerapkan dan mempertahankan tren ini. Perusahaan


dapat menambahkan karyawan garis depan dalam tim multi-fungsi yang secara erat bekerja dengan tim manajemen senior. Pilihan lainnya, perusahaan bisa membentuk prosedur masukan yang bersifat


bawah ke atas (_bottom-up_) dan mengadakan pertemuan bulanan atau per kuartal. Terakhir, perusahaan dapat melakukan uji coba saran dari karyawan garis depan terhadap sistem dan strategi


inovasi yang mereka kerjakan sehari-hari. Perusahaan dapat melakukan ini dengan mengalokasikan waktu bagi mereka (misalnya 5-10% dari jam kerja) untuk berkontribusi dalam inovasi interaksi


perusahaan dengan konsumen. _Penelitian ini didanai oleh Pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Centre di bawah program PAIR._ _The Australia Indonesia Centre mendukung The


Conversation Indonesia dalam produksi artikel ini._